Yesus, Anak Manusia: Melihat Almasih Dari Kacamata Berbagai Macam Orang
Meski mengisahkan
tentang tokoh utama dalam iman kristiani, buku “Yesus, Anak Manusia” tidaklah
berisi ajaran rohani untuk umat beragama tertentu.
Layaknya tulisan
Kahlil Gibran yang lain, “Yesus, Anak Manusia” merupakan sebuah karya sastra
yang bisa dibaca oleh masyarakat secara umum.
Detail dan Sinopsis Buku “Yesus, Anak Manusia”
Judul : Yesus Anak Manusia (Jesus the Son of Man)
Penulis : Kahlil Gibran
Penerjemah : Sapardi Djoko Damono
Penyunting
: Dhewiberta Hardjono
Penerbit :
PT Bentang Pustaka
Terbitan :
Mei 2021, Cetakan Pertama
Tebal
Buku :
xiv+314 halaman
ISBN :
978-602-291-815-8
Semasa
hidup dan pelayanannya sebagai Rabi (guru agama), Yesus telah berkeliling ke
sejumlah daerah untuk memberitakan kabar tentang Kerajaan Sorga.
Tanda-tanda
ajaib yang kerap menyertai pelayanan-Nya pun dengan cepat membuat kabar tentang
Yesus tersebar ke seantero wilayah.
Meski
banyak yang menyambut positif, ada pula yang menganggap ajaran Yesus – yang menitikberatkan pada kasih itu – justru terlalu
kontroversial.
Apalagi,
Yesus juga tidak segan bergaul dengan pemungut cukai dan wanita tuna susila,
yang notabene dianggap sebagai orang-orang pendosa.
Yang
jelas, hampir semua orang – baik yang sudah bertemu langsung dengan Yesus
maupun belum – tampaknya mempunyai opini pribadi mengenai diri-Nya.
Menelaah Kedalaman Tulisan “Yesus, Anak Manusia”
Kahlil
Gibran kabarnya memang cukup sering mengangkat tema bernuansa spiritual,
khususnya kristiani, dalam tulisannya, baik yang berbentuk puisi maupun prosa.
Keterlibatan
penyair Sapardi Djoko Damono sebagai penerjemah karya ini rasanya sangatlah tepat.
Gaya bahasa terjemahan beliau yang liris membuat vibes tulisan tersebut bisa
lebih terjaga.
Meski
begitu, diksinya bisa dibilang cukup sederhana sehingga relatif tidak terlalu menyulitkan
pembaca untuk mengikuti alur cerita.
Premis
tulisan ini memang tetap mengangkat tentang Yesus yang akhirnya mati disalib
seperti yang tercatat dalam kitab suci umat kristiani.
Itikad
buruk Yudas, salah satu murid Yesus, yang hendak mengkhianati Gurunya itu bahkan
juga sudah disiratkan sejak bab pertama.
Uniknya,
rentetan kisah tersebut dituturkan melalui sudut pandang sejumlah orang dari
berbagai macam latar belakang dengan alur yang sedikit acak.
Ada
kerabat yang mengenal Yesus sejak kecil, murid-murid-Nya yang setiap hari mengiringi
pelayanan Yesus, serta orang-orang yang pernah mengalami mujizat-Nya.
Selain
itu, ada pula beberapa filsuf dan pemuka agama yang kurang sepaham dengan
ajaran Yesus, serta orang-orang dari luar daerah.
Sebagai
informasi, sebagian tokoh pencerita dalam buku ini hanyalah karakter fiksi
semata. Jadi, teman-teman kristiani tidak akan menemukan keberadaan mereka
dalam kitab suci.
Yang
paling berkesan untuk saya adalah opini seorang tabib yang menyayangkan
keahlian Yesus dalam hal pengobatan, yang menurutnya disia-siakan.
Membacanya
menyadarkan saya bahwa latar belakang seseorang seringkali mempengaruhi pola
pikir dan cara pandang mereka, termasuk menyangkut soal iman.
Jadi,
sudah sepatutnya bagi kita untuk bisa belajar saling memahamami, menerima,
serta mengembangkan toleransi terhadap satu sama lain.
Pesan
moral yang tersirat dalam tulisan ini rasanya akan selalu relevan untuk
mengingatkan masyarakat agar lebih bijaksana dalam merangkul perbedaan.
Secara
pribadi, buku ini juga mendorong saya untuk melakukan refleksi diri sebagai
seorang Nasrani. Sejauh ini, kira-kira seperti apakah opini saya tentang pribadi
Almasih tersebut?
Konon,
kebanyakan orang yang membaca tulisan Kahlil Gibran memang lantas terdorong
untuk lebih lagi mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
Jadi, apakah
Teman-teman pernah membaca “Yesus Anak Manusia” atau tulisan Kahlil Gibran yang
lain? Jika sudah, bagaimana pendapat Teman-teman mengenai karya penyair asal
Lebanon tersebut?
Posting Komentar
24 Komentar
Setuju, hidup di negeri yang kaya akan perbedaan, seenggaknya kita harus merangkul perbedaan itu.
BalasHapusBelajar saling memahamami, menerima, serta mengembangkan toleransi terhadap satu sama lain.
Kalau kita mau merangkulnya, perbedaan itu sebetulnya justru bisa menjadi sumber kekuatan sekaligus memperkaya kehidupan, ya, Kak.
HapusIya mba betul latar belakang seseorang sangat mempengaruhi opininya
BalasHapusHehe. Latar belakang memang salah satu faktor yang membentuk karakter dan cara berpikir seseorang ya, Kak.
HapusAku belum baca buku ini, tapi Kahlil Gibran memang populer sekali dengan karya-karyanya yang penuh filosofis hidup. Sampai dituliskan reviewnya di blog pasti recommended nih..
BalasHapusHehe. Saya sebetulnya juga baru perdana baca bukunya Kahlil Gibran, Kak. Tertarik karena temanya sepertinya relevan banget. Habis ini kayaknya jadi pengin baca buku beliau yang lain.
HapusJadi salah satu buku yang mengajarkan indahnya perbedaan ya kak, bahkan kita jadi banyak belajar dari perbedaan itu
BalasHapusBetul banget, Kak. <3 <3
HapusBener banget, latar belakang kehidupan seseorang sangat mempengaruhi cara pandang dan caranya menjalani hidup. Ngak heran kalau seseorang mengalami masalah, selalu ditarik untuk melihat bagaimana dia menjalani kehidupan di masa lalu serta bagaimana orang-orang disekelilingnya bersikap.
BalasHapusAstaga, maaf, kelewatan balas, Kak Mutia. Setuju banget, kita yang sekarang ini memang hasil dari proses yang kita lalui di masa lalu ya. <3
Hapustulisan khalil Gibran memang selalu indah buat dinikmati. saya kayaknya dulu ada bukunya deh tapi lupa judulnya apa. penasaran jadinya buku-buku khalil Gibran ini siapa yang menerjemahkannya
BalasHapusKalau yang ini penerjemahnya Eyang Sapardi, Kak. Saya juga jadi penasaran nih, buku yang lain siapa penerjemahnya ya? Kita cari tahu bareng-bareng yuk. Hehe.
HapusJujur pas baca judulnya agak gimana gitu, ternyata isinya ngga demikian. Cocok sih dibaca biar orang-orang bisa lebih selow menghadapi perbedaan
BalasHapusTerima kasih banyak udah berkenan membuka diri dan baca review ini sampai akhir biarpun kesan pertamanya (judul) agak bikin gimana gitu ya, Kak. Peluk online.
HapusAku dulu suka baca tulisan Kahlil Gibran, Kak. Apalagi terjemahan eyang Sapardi. Yang ini belum baca deh. Mau deh baca buku ini
BalasHapusYuk, yuk, mari dikepoin bukunya, Kak. <3 <3
HapusKalau yang ini aku belum pernah baca mbak
BalasHapusTapi beberapa judul buku lainnya dari Khalil Gibran sudah pernah aku baca
Bukunya bagus-bagus ya, Kak. Cocok buat sarana perenungan dan pembelajaran. Hehe.
HapusOh wait, sapardi djoko damono dan khalil gibran ada di suatu project buku? Omegat kayak.y buku ini patut banget buat aku baca deh
BalasHapusBetul, Kak. Kebayang, kan, gimana gregetnya buku ini jadinya? Vibes-nya dapet banget deh, menurut saya. Yuk, yuk, baca. <3
Hapus(Eh, kok saya jadi kelewat semangat yak. Hihi. ;P)
dari buku itu aku juga baru sadar agamanya Kahlil Gibran apa. penasaran sama isinya tapi blm bisa nyediain waktunya dekat ini eheh
BalasHapusSaya malah baru sadar soal itu setelah baca bab terakhir dari buku ini, Kak. Haha. Cara Kahlil Gibran menyiratkan soal itu tuh halus banget deh. Asli nggak nyangka.
HapusHah sebentar, aku kira Kahlil Gibran orang Indo, ternyata orang Lebanon ya. Udah banyak banget koleksi karya Kahlil Gibran yang terkenal
BalasHapusLebanon-Amerika beliau, Kak. INamanya udah terkenal banget ya.
BalasHapus