A Perfect Fit Movie: Cinderella from Bali

 



“A journey of a thousand miles begins with a fabulous pair of shoes.”

– A Perfect Fit

 


Judul                    : A Perfect Fit

Sutradara             : Hadrah Daeng Ratu

Produser              : Chand Parwez Servia

Penulis Skenario : Garin Nugroho dan Hadrah Daeng Ratu

Pemain                 : Nadya Arina, Refal Hadi, Christine Hakim, Mathias Muchus, dkk.

Distributor           : StarVision

Rilis                     : 15 Juli 2021

Platform              : Netflix

Durasi                  : 1 jam 52 menit

 

Sekilas Kisah Cinderella Dalam Film "A Perfect Fit”



Cinderella saja rasanya tidak pernah mengalami ada seorang pangeran tampan berlutut untuk memasangkan sepatunya seperti yang dialami oleh Saski (Nadya Arina). Peristiwa  itu terjadi di sebuah toko sepatu yang baru dibuka di salah satu ruas jalan Ubud. Rio, (Refal Hadi), perancang sekaligus pemilik toko sepatu itu, tidak hanya membantu Saski memilih, tetapi juga berkeras memasangkan sepatu untuknya. Bukan kereta kencana dari labu sihiran Ibu Peri yang mengantarkan Saski ke tempat tersebut, melainkan sehelai daun kering pemberian seorang peramal bernama Ibu Hadra (Christine Hakim).

Saski memang bukan Cinderella. Ia hanyalah putri tunggal dari pasangan seniman Lontar asal Bali yang berprofesi sebagai fashion blogger. Ia pun telah bertunangan dengan I Gusti Agung Deni Wijaya (Giorgino Abraham), putra pemilik hotel yang selama ini selalu membantu membiayai pengobatan ibunya.

Sebaliknya, Rio pun bukanlah seorang pangeran. Ia hanya seorang pemuda biasa, yang bahkan tidak mengenyam pendidikan terlalu tinggi. Demi mengembangkan usaha sepatu yang tengah dirintisnya, ia harus menerima perjodohan dengan putri teman baik orang tuanya yang bernama Tiara (Anggika Bolsterli).

Namun, entah mantra apa yang telah mengikat Rio dan Saski sehingga keduanya bak sepasang sepatu yang begitu cocok dan nyaman kala bersama.  

 

Pembelajaran dari Sepasang Sepatu


Nuansa magis yang mewarnai film bergenre komedi romantis ini terasa amat padu dengan eksotisme Pulau Dewata yang menjadi latar ceritanya. Secara spesifik, film ini juga menampilkan sejumlah surga tersembunyi di Bali, yang potensi wisatanya relatif belum terlalu banyak dieksplorasi. Beberapa di antaranya ialah Pantai Melasti, Desa Tenganan yang merupakan kediaman para seniman Lontar, dan Desa Jatiluwih yang terkenal dengan keistimewaan sawahnya. Konon, UNESCO bahkan sudah menetapkan Desa Jatiluwih ini sebagai salah satu warisan budaya non-benda. 

Tak hanya menampilkan keindahan alamnya, A Perfect Fit juga memperkenalkan sejumlah kebudayaan setempat seperti tradisi gulat lumpur Mepantigan, Melukat, dll. Dialog yang diwarnai dengan logat daerah menjadi salah satu komponen yang menghidupkan suasana kehidupan di Bali.

Tema perjodohan yang dilakukan demi kepentingan bisnis dan balas budi rasanya tak akan pernah usang untuk dibahas. Zaman yang sudah kian maju nyatanya tidak lantas membuat segala sesuatu otomatis menjadi lebih mudah, termasuk dalam urusan memilih. Manusia masih kerap harus terombang-ambing di antara dua sisi yang saling bertentangan seperti cinta atau tanggung jawab, tradisi atau modernitas, serta menuruti kata hati atau orang lain. Hal-hal tersebut ibarat sepasang sepatu yang bentuknya berlawanan, tetapi selaras dan tak terpisahkan.

Menyeimbangkan antara dua sisi yang berbeda bisa dibilang merupakan salah satu pesan yang tersirat dalam film ini. Bukankah pada kenyataannya sepasang sepatu yang bentuknya berlawanan itu dapat mengantarkan kita ke suatu tujuan jika keduanya bergerak beriringan dan selaras? Konsep ini pulalah yang barangkali melandasi sutradara Hadrah Daeng Ratu dan penulis skenario Garin Nugroho untuk menyandingkan para artis muda dalam film ini dengan sejumlah artis senior seperti Mathias Muchus, Ayu Laksmi, dkk.

Ngomong-ngomong, tempo hari Esy kebetulan melihat salah satu koleksi sepatu di e-commerce yang kesannya mirip seperti sepatu pernikahan Saski. Terbuat dari material glitter premium, high heels setinggi +/- 6cm ini memiliki desain yang relatif simpel, cantik, dan elegan. Cocok banget  untuk menghadiri pesta dan acara-acara formal lainnya. Selain itu, tokonya juga punya sejumlah koleksi sepatu wanita lain yang tak kalah menarik, lho. 

(Sumber gambar: XES Official Shop)

Back to the movie, secara keseluruhan, film ini merupakan perpaduan kisah romansa manis dengan latar yang indah serta pesan moral mengenai menjaga keseimbangan hidup. What a perfect fit!

Posting Komentar

13 Komentar

  1. Jadi pingin nonton film-nya nih, mbaaa 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha, yuk, yuk, nonton yuk, Kak. Bagus nih filmnya, bikin baper. Ahay! ;P

      Hapus
  2. Cinderela dan ibu peri adalah kesatuan, ini kalau di film luar. Jadi penasaran, kalau yang ini ada ndak ya ibu perinya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibu perinya pakai kostum peramal di sini, Kak. Hihi.;P

      Hapus
  3. Waah.. Seru ceritanya ya, pan kapan cari ah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yuk,yuk, cari, Kak. Mayan seru n romantis gitu deh filmnya. Bikin baper deh. Ahay! ;P

      Hapus
  4. Masih diselimuti oleh ramalan. Ah, sepatu kuning itu yg menyatukan kita. 😇

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aha, betul nih, Kak. Bukan sepatu kaca, tapi sepatu kuning ya. Cocok nih buat quote. Makasih banyak. ;)

      Hapus
  5. Versi zaman Now. Jadi penasaran dengan alur ceritanya

    BalasHapus
  6. Endingnya berjkdoh gak ya..? Jadi penasaran.. hahah dari dulu kalo nonton film kisah romantis slalu pengen happy end😁

    BalasHapus
  7. penulisnya Garin Nugroho, penulis favorit, kalo buat cerita pasti apik-apik 😇

    BalasHapus
  8. Jadi waiting list buat nobar sama suami nih Mb... Hihihihi

    BalasHapus
  9. Aku belum nonton film ini, tapi udah baca beberapa reviewnya termasuk di sini. Menurutku premisnya cerita bagus. Dr sekedar baca reviewnya cukup menarik~

    BalasHapus