Putri Bunga Meihua: Kisah Cinta Tragis si Burung Phoenix


  {REVIEW BUKU}


#NgereadKuy

#KMC10


Judul               : Putri Bunga Meihua (Mei Hua Lao)

Penulis           : Chiung Yao

Penerjemah : Pangesti Atmadibrata, dkk.

Penerbit        : PT. Gramedia Pustaka Utama

Terbitan        : Maret 1996, Cetakan 1

Tebal Buku   : 272 halaman

ISBN                : 979-655-050-4                               




Mengambil setting Tiongkok pada zaman dinasti Manchuria, kisah ini dibuka dengan konflik batin yang dialami Hsueru, seorang nyonya bangsawan yang cemas akan kehilangan posisinya sebagai istri pertama karena tidak kunjung bisa melahirkan anak laki-laki. Ketika bayi keempatnya kembali terlahir perempuan, Hsueru pun terpaksa harus rela menukarnya dengan seorang bayi laki-laki yang kemudian diberinya nama Haochen. Sebelum membiarkan putrinya itu dibawa pergi, Hsueru sempat memberinya tanda dengan tusuk konde berbentuk bunga meihua dan berharap suatu saat bisa menemukannya lagi.

Dua puluh satu tahun kemudian, nasib rupanya benar-benar mempertemukan Hsueru kembali dengan putrinya melalui Haochen, yang jatuh cinta pada gadis yang kini dikenal dengan nama Yinshuang tersebut.

Berbagai rintangan menghalangi hubungan cinta kedua insan ini, salah satunya karena Yinshuang hanyalah seorang gadis pengamen. Belum lagi ketika Haochen lantas diperintahkan kaisar untuk menikahi putri angkatnya yang bernama Lanhsiang. Lanhsiang yang pencemburu tidak bisa menerima kehadiran perempuan lain di sisi suaminya. Ia menyiksa Yinshuang, bahkan menuduhnya sebagai siluman rubah putih. Melihat kondisi yang menyedihkan itu, Hsueru pun tak sanggup terus menerus menahan diri untuk tidak menyangkal tuduhan itu dan mengakui Yinshuang sebagai putrinya. Rahasia yang telah disembunyikan selama dua puluh satu tahun pun terbongkar dan semua orang harus bersiap menanggung konsekuensinya.

Konon, katanya penulis wanita asal Taiwan ini memang sangat piawai dalam menyajikan kisah yang membuat perasaan jadi teraduk-aduk. Bisa dibilang, sejak bab pertama pembaca sudah langsung dibuat terhanyut dalam pergulatan emosi Hsueru yang harus melepaskan darah dagingnya sendiri demi mempertahankan status sosial. Intrik dan persaingan yang lazim terjadi dalam sebuah keluarga bangsawan kuno digambarkan dengan sangat apik dalam cerita ini. Jalinan kisah cinta Haochen dan Yinshuang yang mengharu biru juga dituturkan dengan sangat menyentuh. Bahkan, pembaca pun akan sedikit sulit untuk tidak bersimpati pada sosok Lanhsiang yang tak berdaya merebut cinta suaminya sendiri.

Alur cerita ini sederhana dan mudah diikuti. Gaya terjemahannya juga enak dibaca dan tetap dapat menampilkan keindahan puisi-puisi kecil yang, seperti biasa, selalu diselipkan sang penulis dalam setiap karyanya.  Sebuah kisah cinta semi klasik yang sangat mengharukan serta, bisa jadi, menguras air mata.


Posting Komentar

0 Komentar