Misteri di Styles: Penyelidikan Perdana Hercule Poirot
{REVIEW BUKU}
#NgereadKuy
#KMC9
#BacaBuku
Judul : Misteri di Styles (The Mysterious Affair at Styles)
Penulis : Agatha Christie
Alih bahasa : Mareta
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Terbitan : Januari 2000, cetakan keempat
Tebal Buku : 272 halaman
ISBN : 979-403-159-X
Dalam “Misteri di Styles” ini, Agatha Christie untuk pertama kalinya memperkenalkan tokoh Hercule Poirot, seorang detektif asal Belgia yang memiliki kecerdasan luar biasa, yang kemudian menjadi salah satu tokoh detektif ciptaannya yang paling terkenal. Poirot sendiri digambarkan sebagai seorang pria setengah baya yang memiliki postur tubuh kecil, kepala bulat telur serta kumis besar lagi kaku. Mantan anggota kepolisian Belgia yang kini timpang ini sangat memuja kerapian serta memiliki metode penyelidikan yang sangat sistematis menurut caranya sendiri. Dalam memecahkan berbagai kasus yang dipercayakan padanya, Poirot kerap didampingi oleh seorang pria Inggris, sahabatnya, yang bernama Arthur Hastings. Karakter Hastings ini pun pertama kalinya diperkenalkan dalam kisah “Mistery di Styles”.
Mengetahui cerita ini ditulis oleh sang Queen of Crime pada tahun 1937, saya berasumsi bahwa perang yang beberapa kali disebut oleh para tokoh di dalamnya adalah Perang Dunia 1. Dengan demikian, menurut perkiraan saya, latar waktu cerita ini adalah tidak lama setelah masa Perang Dunia 1 berakhir. Styles Court, yang menjadi setting lokasi utamanya, adalah sebuah rumah perkebunan yang cukup luas dan subur di daerah Essex, Inggris. Properti tersebut seharusnya menjadi milik John Cavendish, tapi batal karena sang ayah memilih mewariskannya pada Emily, istri keduanya. Hal itu terbukti tidak menjadi masalah karena wanita tersebut, meski memang memiliki sifat yang cukup dominan, sangat baik pada kedua anak tirinya, John dan Lawrence Cavendish. Mereka hidup dengan tenteram di Styles serta menyambut kedatangan beberapa anggota keluarga baru, yakni istri John yang bernama Mary serta Cynthia Murdock, anak asuh Emily.
Kedamaian mereka mulai terusik saat Emily, yang sudah berusia tujuh puluhan, menikah lagi dengan seorang pria yang hampir dua puluh tahun lebih muda darinya bernama Alfred Inglethorp. Pria itu adalah sepupu dari Evelyn Howard, orang kepercayaan Emily yang sudah cukup lama mendampingi wanita itu. Hampir semua penghuni Styles tidak menyukai Alfred dan menganggapnya hanya berniat mengeruk harta Emily, yang sesungguhnya adalah hak kakak beradik Cavendish. Bahkan Nona Howard, yang notabene adalah kerabat Alfred, pun terang-terangan menunjukkan rasa benci dan permusuhannya.
Kematian mendadak Emily yang diduga tidak wajar membuat seisi Styles terguncang. Hastings, yang selama beberapa waktu terakhir tengah menginap di rumah itu untuk memenuhi undangan John, mengusulkan pada kawannya agar meminta bantuan Poirot untuk menyelidiki kasus ini. Poirot pun dengan senang hati membantu. Ia merasa berhutang budi pada almarhumah yang telah membantunya serta beberapa ekspatriat Belgia lain agar bisa diterima di Inggris, bahkan juga menyediakan rumah untuk mereka tak jauh dari Styles. Kecurigaan semua orang mulanya tertuju pada Alfred. Tapi entah mengapa Poirot justru bersikeras mengatakan, “tidak ingin Alfred ditahan sekarang.” Penyelidikan pun terus bergulir dan memunculkan berbagai fakta yang di luar dugaan.
Cerita ini dituturkan dari sudut pandang Hastings sebagai orang pertama pelaku sampingan. Pemilihan sudut pandang ini, menurut saya, sangat menarik dan lebih tepat untuk membuat pembaca terkecoh dibanding jika cerita ini dituturkan dari sudut pandang Poirot sendiri. Pembaca juga diajak untuk menempati posisi Hastings, sebagai seorang luar yang kebetulan menyaksikan langsung potongan-potongan fakta dan asumsi membingungkan, yang disajikan dengan sangat cerdik dan rapi oleh Penulis. Semakin mendekati akhir, pembaca semakin dibuat penasaran karena sepertinya semua orang di Styles punya motif untuk melakukan pembunuhan tersebut. Tak hanya mengulas soal kriminal, cerita ini juga sedikit dibumbui unsur romantisme yang cukup menyentuh mengingat masing-masing anggota keluarga menunjukkan sikap ingin melindungi, bahkan dengan cara menyembunyikan kebenaran yang mereka ketahui mungkin dapat menunjukkan orang yang dikasihinya sebagai pembunuh Emily Inglethorp. Keberadaan Dr. Bauerstain, seorang yang bukan merupakan bagian dari keluarga tapi cukup sering berkeliaran di dekat mereka juga menimbulkan spekulasi tersendiri. Kisah ini ditutup sesaat setelah klimaks, saat Poirot mengungkap identitas si Pembunuh yang sebenarnya serta menjelaskan tentang clue-clue yang sempat disampaikannya pada Hastings di sepanjang cerita. Sungguh penataan twist yang rapi. Kepiawaian Agatha Christie, sang Queen of Crime, memang tidak perlu disangsikan lagi.
Posting Komentar
0 Komentar