Wei: Kesediaan Untuk Mencicipi Rasa Yang Baru

 

"Tidak ada seorang pun yang akan bisa mengetahui rasa suatu masakan yang baru jika tidak bersedia mencoba mencicipinya terlebih dahulu."


Detail dan Sinopsis Singkat Film "Wei" 

Judul: Wei                                                                                                      

Produksi: Institut Kesenian Jakarta

Produser: Ayara Bhanu Kusuma

Sutradara: Samuel Rustandi

Penulis Naskah: Samuel Rustandi

Pemeran: Hengky Solaiman, Dayu Wijanto, Franky Candra, Kevin Reynard, Marlinda Liang, dkk.

Distributor: VidSee – YouTube 

Durasi: 21 menit 39 detik


(Sumber gambar: Youtube-Vidsee)


Berdasarkan sensus penduduk pada 2010 lalu, Indonesia tercatat telah menjadi rumah bagi lebih dari 300 kelompok etnik atau suku bangsa. Salah satunya adalah suku Tionghoa, yang konon pertama kali tiba di tanah air pada awal abad ke-5 Masehi. Sama seperti suku-suku lainnya, suku Tionghoa pun lama telah meleburkan diri menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Meski begitu, mereka juga masih tetap memelihara sejumlah adat istiadat dan kebudayaannya.

 

Li Zi Hao (Hengky Solaiman) pun masih tetap mempertahankan keahliannya memasak salah satu makanan favorit suku Tionghoa. Tak heran bila warung makannya selalu ramai oleh pengunjung. Sayang, sepertinya tak lama lagi ia terpaksa harus menutup warung itu lantaran usia sudah mengharuskannya untuk pensiun. Apalagi putri tunggal Li yang bernama Mei (Dayu Wijanto) juga telah memilih jalan yang membuatnya tak mungkin lagi bisa melanjutkan usaha sang papa.

 

Pilihan Mei ini jelas membuat Li marah besar sehingga tidak mau lagi berhubungan dengan putri semata wayangnya tersebut. Ia pun tak pernah sudi menanggapi itikad baik Mei untuk berbaikan lantaran masih kecewa dan sakit hati.   



Sekilas Catatan Mengenai Film "Wei" 


(Sumber gambar: Youtube-Vidsee)

Kata Wei yang merupakan judul film pendek ini memiliki arti rasa, yang merujuk pada citarasa makanan. Tak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok, makanan memang juga merupakan bagian dari kekhasan suatu budaya, bahkan seringkali mengandung filosofi tertentu. Sebut saja ketupat di hari Lebaran yang bisa diartikan sebagai ungkapan ngaku lepat atau mengakui kesalahan dan minta maaf. Keberadaan makanan seperti lontong Cap Go Meh pun bisa menjadi suatu wujud asimilasi antara kebudayaan suku Jawa dan Tionghoa. 


Tak dapat dipungkiri, perbedaan latar belakang dan memang kerap kali membuat setiap orang memiliki cara pandang yang berbeda pula. Berbeda dengan rasa makanan, rasa hati tentunya jauh lebih sulit untuk diselaraskan. Apalagi jika sempat terjadi gesekan tajam antara pihak-pihak yang kebetulan tidak sepaham. Hal ini juga berlaku untuk hubungan antara orang tua dan anak yang bisa jadi tercederai oleh perbedaan sikap dan pilihan antar generasi.

 

Luka yang ditimbulkan oleh gesekan akibat perbedaan ini memang tidaklah bisa dianggap sepele. Bayangkan posisi Li, yang karena pilihan Mei untuk menempuh jalan yang berbeda, harus merelakan usaha yang sudah susah payah dibangunnya tutup begitu saja. Bahkan, bisa jadi saat ia berpulang nanti tidak akan ada yang menyembahyanginya sesuati tradisi turun temurun yang menurutnya patut dilakukan. Namun, jika kita semua terus mengedepankan ego dan memelihara kemarahan, luka itu akan makin sembuh. Yang lebih parah lagi, kita akan semakin merasakan sepi dan terasing dari satu sama lain.   

 

Li barangkali memang sudah tidak perlu lagi mencicipi rasa masakannya karena sudah sangat hapal dengan resepnya. Namun, hal ini tidak berlaku untuk menu lain yang dimasakkan Mei untuknya. Agar bisa tahu rasa masakan yang berbeda itu, ia perlu mencicipinya terlebih dahulu. Hal yang sama berlaku bagi kita dalam menyikapi suatu konsep dan pandangan baru, yang berbeda dari yang umum kita kenal. Untuk bisa memahaminya, kita pun perlu berbesar hati untuk mau “mencicip” atau mencoba mempelajarinya terlebih dahulu.   

 

Perbedaan barangkali memang sempat menimbulkan luka yang menganga di masa lalu. Namun, hanya dengan satu kerelaan untuk memaafkan akan membuka pintu kesempatan untuk hidup berdampingan dengan damai di masa yang akan datang.


Posting Komentar

48 Komentar

  1. Suka kalimat ini : "Perbedaan barangkali memang sempat menimbulkan luka yang menganga di masa lalu. Namun, hanya dengan satu kerelaan untuk memaafkan akan membuka pintu kesempatan untuk hidup berdampingan dengan damai di masa yang akan datang". Seolah sebuah filosofi dan benang merah dari film ini. Terima kasih ulasan menariknya mba Esy 😊🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak sudah membaca ulasan sederhana saya sampai akhir, Mbak. Semoga bermanfaat ya. :)

      Hapus
  2. Saya udah lama gak nonton film, mungkin bisa jadi inspirasi kalau nonton film ini, 👏👏👏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa nih, Mbak. Filmnya nggak panjang, platform nontonnya juga gampang banget aksesnya. Hehe.

      Hapus
  3. Benar-benar saya awam mbak dengan film ini. Jadi penasaran mau nonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya juga dapat referensi film ini dari komunitas, Mbak. Suka sama pesan moralnya. Hehe.

      Hapus
  4. Suka dengan isi cerita film ini, banyak makna yang tersirat

    BalasHapus
  5. Kalo kita ingin mengulik lebih jauh latar belakang makanan tradisional, rata2nya mmg memiliki filosofi, ya, seperti halnya ketupat, baru tau klo ternyata artinya ngaku lepat alias mengakui kesalahan. Thankyou for sharing, kak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul, Kak. Makanan itu ternyata bagian dari seni dan budaya juga sepertinya ya. Hehe. Thank you sudah mampir. :)

      Hapus
  6. Sepertinya Filmnya udah mewakili keragaman yang ada di Indonesia. Patut untuk di tonton. Thanks mbak reviewnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Mbak. Sederhana, tapi mengena deh filmnya. Thank you juga sudah mampir.

      Hapus
  7. Waah keren sekali ya filosofinya dari sebuah masakan ke sebuah pandangan/pendapat yang berbeda. Kapan-kapan nonton filmnya aah. Makasih mba untuk sharingnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih juga sudah mampir, Mbak. Yuk, coba nonton filmnya. ;)

      Hapus
  8. Makasih ulasannya mb. Menarik nih, kukira tadi dilm luar. Ternyata Indo. 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Judulnya berbahasa asing soalnya ya, Mbak. Hehe. Makasih juga sudah mampir. :)

      Hapus
  9. Dari judulnya saya kira ini film dari Korea atau China. Tapi setelah membaca siapa aktor pemainnya ternyata film dari Indonesia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, judulnya mengecoh ya, Mbak. ;) Terima kasih sudah mampir.

      Hapus
  10. Belum pernah menonton film ini, semoaga kedepannya dapat menikmati juga film yang kelihatannya menarik ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat mencoba nonton, Kak. Filmnya mudah diakses kok. Hehe. Terima kasih sudah mampir. :)

      Hapus
  11. Saya baru tahu ada film ini
    Film ini sepertinya patut ditonton supaya dapat pencerahan mengenai pentingnya menjagad hubungan dengan keluarga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Filmnya memang sarat pesan moral yang bagus, nih, Kak. Boleh coba ditonton. Hehe. Terima kasih sudah mampir. :)

      Hapus
  12. Bagi pecinta makanan, selaku ada filosofi mendalam berkaitan dengannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyups, betul sekali, Mbak. Terima kasih banyak sudah mampir ya. :)

      Hapus
  13. Ulasannya mengena sekali. Film film seperti ini memberi rasa tersendiri bagu penyuka film

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak, Kak. Betul, film-film pendek Indonesia sebetulnya banyak memuat pesan moral yang bagus.

      Hapus
  14. Makanan bukan hanya cita rasa tapi ada sarat makna yang ingin disampaikan oleh sebuah masakan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget, Kak. Terima kasih banyak sudah mampir. :)

      Hapus
  15. Filosofinya mendalam sekali, patut jadi pilihan untuk dinikmati film ink. Mkasih reviewnya mba..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kembali, Kak. Filmnya memang sarat pesan moral yang kece nih. Hehe.

      Hapus
  16. Eh, boljug nih filmnya mbak. Esensi filmnya lain dari yg kebanyakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, Kak. Unik, nih. Boleh coba ditonton. Hehe. Terima kasih sudah mampir. :)

      Hapus
  17. Ulasannya menarik. Nanti cari tau ah.. Makasih tulisannya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak, Kak. Semoga bermanfaat ya. Filmnya mudah diakses kok, semoga bisa segera menemukan ya. ;)

      Hapus
  18. Setuju...tanpa mencicipi tidak akan pernah tahu rasanya, tanpa mempelajari tidak akan pernah memamahami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tos! Hehe. Terima kasih banyak sudah mampir, Kak. :)

      Hapus
  19. sudah lama tidka menonton film lagi, kayaknya bagus ya jadi pengen nonton

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus, Kak. Mudah pula diaksesnya. Boleh coba ditonton nih. Hehe. Terima kasih sudah mampir.

      Hapus
  20. menarik banget mba 😍 kutipan-kutipan dari filmnya sarat makna

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih banyak, Kak. Pesan moral film ini memang menarik deh.

      Hapus
  21. Dah lama nggak nonton-nonton nih. Apalagi film indonesia. Baru tahu juga ada yang judulnya WEI. Sepertinya menarik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekilas jadi terkesan kayak film luar ya, Kak. Hehe. Boleh coba ditonton nih, singkat dan cukup menarik. terima kasih banyak sudah mampir.

      Hapus
  22. Wah, aku baru tahu soal film ini. Sepertinya menarik apalagi lihat cast bmnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akting aktor senior yang memerankan tokoh utamanya memang mantap, Kak. Minim dialog, tapi berkesan banget. Eh, nggak boleh spoiler. Hihi. Terima kasih sudah mampir.

      Hapus
  23. Yay ada bahan film buat di tonton. Apalagi tentang makanan, pasti seru.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yay! Jadi laper. Eh. Haha. Ikutan happy, Kak. Semoga bisa jadi referensi berguna ya. Terima kasih sudah mampir.

      Hapus
  24. Alhamdulillah, ada stok film buat ditonton nanti. Makasih banyak, Kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ikut senang mendengarnya. Terima kasih banyak juga sudah mampir ya, Kak.

      Hapus